Kisah Kun
Oleh: Irawati Subrata
Hari sudah gelap di sungai sebuah hutan hujan tropis. Langit cerah disertai kelap-kelip bintang. Pantulan sinar bulan tampak di atas permukaan sungai. Suara jangkrik dan kodok bersahutan meramaikan suasana. Sesekali, terdengar suara burung hantu di kejauhan diikuti suara nyaring burung murai.
Saat malam tiba, jangkrik, kodok, burung hantu, dan burung murai selalu aktif. Namun, mereka hanya tidur selama pagi hingga petang. Oleh karena itu, mereka termasuk hewan nokturnal.
Kun juga termasuk hewan nokturnal, tetapi ia tidak bisa bersuara seperti jangkrik, kodok, dan burung-burung tadi. Meski tak berteman dengan mereka, Kun sangat menyukai suara tersebut yang terdengar hingga ke tempat tinggalnya di tepian sungai. Suara-suara itu seperti nyanyian yang memberi tahunya, “Hai, Kun, saat mencari makan tiba!” Biasanya, Kun akan langsung terbang sambil menari-nari.
Sekarang, teman-teman Kun sudah berkumpul. Mereka terbang sambil menari-nari bersama. Mereka juga memamerkan cahaya terang berkelap-kelip. Cahaya itu berwarna kuning atau merah yang dipancarkan dari perut masing-masing. Namun, berbeda dengan teman-temannya, Kun satu-satunya kunang-kunang yang memancarkan cahaya terang hijau-kebiruan.
Hei, tetapi… di manakah Kun berada? Ia tidak tampak berada di antara teman-temannya.
Di suatu tempat, seekor kunang-kunang sedang mencari jalan ke luar. Selain rerumputan tinggi, tempat itu ditumbuhi semak-semak rimbun. Tempat itu adalah sebuah rawa yang ada di pinggiran sungai. Di sana hanya ada endapan lumpur, tidak ada aliran air, dan gelap. Itulah, tempat ia tinggal bersama teman-temannya.
Kunang-kunang itu memancarkan cahaya terang hijau kebiruan. Ia memang agak ceroboh sehingga sering terperosok ke dalam semak. Kali ini, ia terperosok sangat dalam. Ia tak bisa menemukan makanannya dan ingin segera ke luar dari sana. Ia lebih senang berada di antara teman-temannya dan mencari makan bersama.
Ah, ia ingin segera bersama mereka kembali. Ia ingat saat menyambut sebagian temannya yang datang dari tempat sangat jauh. Mereka berasal dari pinggiran hutan dan tinggal dalam gundukan daun-daun gugur yang lembap di sana.
Namun, tempat mereka kemudian berubah menjadi rumah-rumah. Pohon-pohonnya pun banyak ditebangi. Tempat mereka yang tadinya nyaman, gelap, dan tersembunyi jadi terang-benderang. Mereka tak bisa lagi tinggal di sana, lalu menjelajah ke dalam hutan. Akhirnya, ia bertemu mereka di rawa ini.
Ia tak mau kehilangan semua temannya. Ia harus terbang lebih berhati-hati dan tak boleh ceroboh lagi. Di antara semak rimbun, ia terbang ke satu arah di hadapannya sampai melihat sesuatu yang dikenalinya. Meski tetap berhati-hati, ia terbang lebih cepat menuju ke sana.
Ternyata, tadi Kun melihat kelap-kelip cahaya terang yang dikenalinya. Cahaya itu berwarna merah dan kuning. Berarti, ia hampir ke luar dari dalam semak rimbun itu. Kun terus terbang dan terbang sampai akhirnya ia berhasil ke luar. Ia disambut kelap-kelip terang dari semua temannya. Mereka semua sangat gembira. Terutama, Kun!
Sekarang, Kun bersama teman-temannya lagi. Saatnya mereka mencari makan. Kali ini, tidak ada lomba siapa yang paling cepat menemukan makanan.
Ah, sekarang cuaca cerah! Seandainya cuaca buruk, Kun harus sangat berhati-hati. Ia tidak akan mudah untuk terbang saat hujan lebat dengan angin bertiup kencang. Serangga seperti Kun yang tubuhnya kecil sangat mudah tertiup angin. Panjang tubuhnya bahkan tidak lebih dari 2,5 cm. Ia juga bisa terbawa arus air hujan hingga tersesat jauh dari tempat tinggalnya. Kun jadi tidak bisa makan sampai menemukan jalan kembali pulang jika hal itu terjadi.
Hore! Kun dan teman-teman menemukan serbuk sari tanaman rerumputan. Itu makanan kesukaan mereka. Tanaman rerumputan mudah ditemukan. Kun dan teman-teman banyak membantu penyerbukannya sehingga tanaman itu banyak tumbuh di rawa. Nyam, nyam… Kun makan dulu!