Asyiknya Molo di Papua
Oleh: Laksmi Manohara
Suatu hari yang cerah di Kampung Masin, Papua, seorang anak laki-laki bernama Frans melangkah gontai dengan muka ditekuk.
“Duh. Sinar matahari terik sekali. Pasti asyik kalau berenang di Sungai Masin,” begitu pikir Frans, sambil menyeka bulir-bulir keringat di keningnya. Tapi, Frans tak mau berenang sendirian. Frans berencana mengajak dua sahabatnya, Okto dan Enoumbi.
“Okto!” Frans berteriak memanggil temannya yang terlihat sedang duduk selonjor di atas tanah di samping rumahnya. Okto menoleh ke arah Frans. Tangan Okto tampak tak henti mengipas-ngipas. Bagian leher kausnya basah oleh keringat.
“Yuk, kita berenang di Sungai Masin. Kita ajak Enoumbi juga,” kata Frans. Frans yakin Okto pasti akan mengiyakan ajakannya. Benar saja. Okto langsung bangkit berdiri penuh semangat.
“Nah, kamu punya usul bagus sekali, Frans. Kita jemput Enoumbi sekarang juga di rumahnya,” kata Okto.
Sayang, ternyata Enoumbi sedang sakit. Mamanya bilang kalau sakit malaria Enoumbi sedang kambuh. Mama Enoumbi tampak lelah sekali karena semalaman menjaga Enoumbi yang demam dan menggigil. Kata Mamanya, Enoumbi masih perlu banyak beristirahat agar penyakit yang disebabkan oleh parasit itu tidak bertambah parah. Meski agak kecewa, Frans dan Okto mengerti penjelasan yang diberikan oleh Mama Enoumbi. Agaknya, kali ini, Frans dan Okto terpaksa pergi berenang berdua saja.
***
“Kasihan Enoumbi. Ia tak dapat merasakan segarnya air sungai seperti kita,” kata Okto. Perkataan Okto memberi ide pada Frans.
“Hei. Bagaimana kalau kita sekalian molo saja? Nanti kita berikan hasil tangkapan kita kepada Enoumbi.”
Tentu saja Okto setuju. Enoumbi pasti akan senang.
“Kau ini selalu saja punya usul yang bagus-bagus, Frans. Kalau Enoumbi makan ikan hasil tangkapan kita, dia pasti cepat sembuh,” timpal Okto sambil tersenyum lebar.
Kedua anak itu segera bersiap-siap pergi ke Sungai Masin. Mereka tak lupa membawa kacamata renang dan Jubi diperlukan untuk menombak ikan yang mereka lihat di dalam sungai.
Frans dan Okto berjalan sambil bersiul dan bernyanyi-nyanyi kecil. Kacamata renang mereka taruh di atas kepala. Tangan mereka menggenggam erat sebatang kayu panjang yang dilengkapi tali karet dan besi tajam di bagian ujungnya. Siap menuju Sungai Masin untuk molo.
***
Untuk sampai ke Sungai Masin, Frans dan Okto harus melewati hutan kecil dan area rawa-rawa. Kaki kecil mereka melangkah tanpa ragu. Menerobos deretan pohon gaharu dan pohon bambu. Frans dan Okto sudah tak sabar ingin segera mencebur ke dalam sungai.
“Ayo kita lomba lari. Siapa paling cepat sampai, dialah pemenangnya,” teriak Frans memberi usul.
“Wah. Keringatku akan semakin bercucuran nanti, Frans,” jawab Okto.
Frans tak memedulikan perkataan Okto. Ia segera melesat meninggalkan Okto. Okto pun mau tidak mau terpaksa ikut berlari mengikuti jejak sahabatnya itu.
Akhirnya, Frans dan Okto sampai di tepi Sungai Masin. Kedua anak itu segera menanggalkan kaus dan meletakkannya di atas sebatang kayu yang setengah lapuk, lalu memakai kacamata renang mereka.
Dengan hanya memakai celana pendek, mereka segera melompat ke dalam air, menyelam, dan berenang ke sana ke mari seperti seekor ikan. Mereka melihat banyak ikan yang hidup di Sungai Masin, seperti ikan mas, mujair, lele, patin, dan gurami. Dengan lihai, Frans dan Okto berhasil menombak 3 ekor ikan lele dan 6 ekor ikan mujair.
“Hore! Banyak juga hasil tangkapan kita hari ini,” Frans berseru dengan gembira.
Sebagian hasil tangkapan mereka akan diberikan pada Enoumbi. Sebagian lagi, mereka bawa pulang ke rumah masing-masing.